KUNJUNGAN TEMPAT IBADAH
NOTULENSI PROGAM KERJA DALAM KEGIATAN
KUNJUNGAN TEMPAT IBADAH
DI GEREJA SANTA MARIA
Pada tanggal, 26 April 2025 HMPS TADRIS IPS mengadakan program kerja ”Kunjungan Tempat Ibadah”. Program tersebut merupakan bagian dari program kerja Devisi Keagamaan Himpunan Mahasiswa Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial periode 2025/2026. Acara ini dilaksanakan tepatnya di Gereja Katolik Santa Maria, Jl. Ahmad Yani Tim. Gg. IV No.1, Tulungagung. Bahwasanya dijelaskan terkait berdiri nya Gereja tersebut. Dari nara sumber/pastor beliau Bapak Romo Paroki Thomas Aquino Djoko Nugroho yang di dampingi oleh sekretaris DPP, yaitu Bapak Didik Sumarsono, dengan penerima tamu Bapak Rudi Widjaja.
Progam Kerja ini dilakukan dalam rangka menumbuhkan sikap toleransi, pemahaman lintas agama, serta memperluas wawasan peserta didik atau anggota organisasi terhadap keberagaman kehidupan beragama di Indonesia, kegiatan kunjungan ke tempat ibadah menjadi salah satu program kerja yang memiliki nilai edukatif dan sosial tinggi. Gereja Santa Maria, sebagai salah satu tempat ibadah umat Katolik yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang kuat, dipilih sebagai lokasi kunjungan guna memberikan pemahaman langsung mengenai tata cara peribadatan, nilai-nilai keagamaan, serta peran gereja dalam membangun kehidupan masyarakat yang harmonis.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan peserta pada keragaman budaya dan agama secara langsung, memperkuat nilai-nilai toleransi antarumat beragama, serta menumbuhkan sikap saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya kunjungan ke Gereja Santa Maria, diharapkan peserta mampu memperoleh pengalaman dan pemahaman baru yang dapat memperkaya perspektif mereka mengenai keberagaman dan pentingnya hidup berdampingan secara damai.
Sejarah Paroki Santa Maria Dengan Tidak Bernoda Asal (DTBA) Tulungagung
Sebelum tahun 1950, komunitas Katolik di Tulungagung masih berafiliasi dengan Paroki Blitar. Kegiatan peribadatan, seperti Misa Kudus, dilaksanakan secara bulanan di kediaman keluarga-keluarga Katolik, salah satunya di rumah Ibu Vitus Marta Soewignjo di Desa Bago, dengan jumlah umat sekitar 25 orang. Mayoritas anggota komunitas awal merupakan pendatang, termasuk Bapak Broto (ayah dari Romo S. Soenarjo, CM) serta para pegawai instansi seperti PG Mojopanggung, Departemen Penerangan (Deppen), dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Pada tahun 1951, status Paroki Tulungagung resmi ditetapkan di bawah kepemimpinan Romo Cornelius Shoenmakers, CM. Kegiatan liturgi mingguan awalnya dilaksanakan di pastoran Jalan Seruni (kini Jalan Panglima Sudirman), yang kemudian dialihfungsikan menjadi Susteran Tulungagung. Pada 22 Maret 1954, gereja pertama diresmikan di Jalan Ahmad Yani Timur (sebelumnya Jalan Wijaya Kusuma) dengan nama pelindung Santa Maria Dengan Tidak Bernoda Asal, yang peringatan pestanya jatuh pada tanggal 8 Desember. Bangunan gereja sebelumnya kemudian difungsikan sebagai Aula Cornelius untuk mengenang jasa Romo Cornelius Shoenmakers, CM.
Perkembangan signifikan terjadi pada tahun 1970 dengan pembangunan gereja baru di samping Aula Cornelius. Gereja ini dirancang oleh Romo Mangunwijaya, seorang arsitek ternama Indonesia, dengan konsep arsitektur unik berbentuk Perahu Nuh. Gereja tersebut diberkati oleh Uskup Surabaya, Mgr. J. A. M. Klooster, CM. Dalam kurun waktu 1980–2000, terjadi perubahan nama pelindung paroki menjadi Santa Maria Medali Wasiat (dengan pesta peringatan 27 November) untuk menghindari kedekatan dengan masa Adven dan Natal. Namun, atas instruksi Mgr. J. Hadiwikarta, Pr, Uskup Surabaya saat itu, nama pelindung dikembalikan ke Santa Maria DTBA pada tahun 2000. Hingga tahun 2015, Paroki Tulungagung telah berusia 64 tahun dan terus melakukan renovasi gereja untuk meningkatkan kenyamanan umat dalam beribadah dan beraktivitas.
Dari aspek organisasi, struktur pastoral Paroki Tulungagung awalnya terbagi menjadi empat wilayah (Kring) pada tahun 1964. Pada 1982, sistem Kring diubah menjadi pembagian 10 Lingkungan yang menggunakan nama santo/santa, seperti Lingkungan St. Antonius, St. Elisabeth, dan St. Ignatius (Campurdarat). Tokoh-tokoh awal paroki, meskipun berasal dari latar belakang pendatang, berhasil membentuk komunitas yang solid hingga mencapai kemandirian sebagai paroki. Gereja Santa Maria DTBA juga menjadi simbol penting dalam sejarah gerejawi di Tulungagung, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai warisan arsitektur bernilai tinggi.
Komentar
Posting Komentar